Jakarta — Nahdlatul Ulama (NU) tengah diguncang isu besar setelah muncul desakan agar Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), mundur dari jabatannya. Polemik ini berawal dari keputusan internal yang menilai adanya pelanggaran prinsip dan tata kelola organisasi.
Pemicu Ketegangan
Sorotan utama mengarah pada undangan kepada seorang akademikus asing yang dianggap memiliki pandangan pro-Israel untuk menjadi pembicara dalam salah satu kegiatan resmi NU. Langkah ini memicu gelombang kritik karena dinilai bertentangan dengan prinsip dan sikap organisasi terhadap isu kemanusiaan di Palestina.
Di dalam tubuh NU sendiri, sejumlah pengurus menilai bahwa keputusan tersebut telah menimbulkan kegaduhan publik dan mencoreng nama baik organisasi. Rapat internal pun menghasilkan permintaan tegas agar Ketua Umum meletakkan jabatan.
Respons Gus Yahya
Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya tidak berniat mengundurkan diri. Ia menyampaikan bahwa mandat kepemimpinannya diberikan oleh Muktamar dan berhak diselesaikan hingga akhir periode.
Ia juga menilai bahwa sebagian dokumen dan informasi yang beredar terkait rapat internal perlu diverifikasi ulang, serta meminta agar semuanya dilihat secara proporsional.
Terkait undangan pembicara, Gus Yahya mengakui adanya kekhilafan dalam proses seleksi tamu, namun menekankan bahwa NU tetap konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Alasan Desakan Mundur
Kelompok yang mendorong pengunduran diri menilai bahwa:
-
Langkah mengundang tamu yang dianggap pro-Israel telah melukai sentimen warga NU.
-
Tindakan tersebut dipandang melanggar prinsip dasar Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyyah.
-
Ada kekhawatiran terhadap tata kelola dan manajemen internal yang perlu dibenahi.
Mereka menilai bahwa pemimpin tertinggi harus mampu menjaga kehormatan organisasi dan sensitif terhadap isu global yang berdampak pada umat.
Dampak dan Situasi Terkini
Kondisi ini menciptakan ketegangan di tubuh NU. Sebagian kader menyerukan dialog, sebagian lainnya mendesak langkah tegas dari jajaran Syuriyah.
Jika konflik ini berlanjut, NU berpotensi menghadapi perpecahan sikap, terutama dari wilayah-wilayah yang memiliki pandangan kuat terkait isu Palestina.
Di sisi lain, banyak pihak berharap masalah ini dapat diselesaikan melalui mekanisme organisasi yang damai agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap jutaan warga NU di seluruh Indonesia.

